Senin, 19 September 2011


Magelang - Perayaan Waisak di halaman Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, diwarnai pesan untuk tak takut menghadapi kiamat. "Karena ada yang lebih dahsyat," kata Wakil Ketua Widya Kasaba Dewan Sangha Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Banthe Wong Sing An dalam pesannya menjelang detik-detik Waisak, Jumat (28/5) pagi.



Peristiwa kiamat 2012 yang selama ini digambarkan, kata dia, tak perlu ditakuti. Perilaku nafsu keinginan manusia adalah hal yang semestinya lebih ditakuti daripada peristiwa kiamat. Nafsu keinginan, lanjut dia, adalah akhir semua yang ada.

Dalam kesempatan itu, dia mengatakan, tidak ada api yang panasnya menyamai nafsu. Tidak arus yang sekuat nafsu keinginan. Serta tidak ada jerat yang lebih berbahaya dari pada kebencian. Semua itu, awal dari semua bencana di dunia.

Dia berpesan, agar manusia lebih kuat mengendalikan diri sehingga lebih dapat mengahadapi kehidupan dengan lebih tenang.

Detik-detik Waisak dilakukan sepanjang waktu selama setengah jam. Dimulai sejak pukul 06.00 WIB, kegiatan ini diikuti oleh seribuan umat Buddha. Upacara yang digelar di halaman barat candi itu dipimpin oleh puluhan Biksu, di antaranya dari Sangha Mahayana, Teravada, dan Tantrayana.

Selain diisi dengan pesan-pesan untuk meningkatkan kebajikan, dalam perayaan itu umat Buddha juga menggelar meditasi bersama. Dipimpin oleh wakil ketua koordinator Widya Kasaba Dewan Sangha Walubi Suhu Dhynavira, meditasi dilakukan selama 20 menit.

Dalam pesan Tri Suci Waisak yang bertema Menabur Benih Kebajikan, Ketua Widya Kasaba Dewan Sangha Walubi Tadisa Pramitha Stavira mengatakan terlahir sebagai manusia adalah peristiwa yang patut disyukuri. Terlebih terlahir dalam dunia yang penuh perdamaian. "Beruntung hidup di dunia perdamaian," kata dia.

Namun seiring dengan perjalanan hidup, ada tiga hal yang meracuni manusia. Kebencian, keserahkaan dan kebodohan. Sehingga hidup yang dijalani manusia menjadi susah.

Tiap manusia, kata dia, memiliki potensi berbuat kebajikan. Namun potensi itu biasa tertutup dengan perbuatan buruk yang dilakukan. Potensi itu dapat dikembalikan dengan cara diolah dan dilatih dengan disiplin.

Dalam pesan tertulis yang dibacakan Direktur Jenderal Agama Buddha Budi Setiawan, Menteri Agama Suryadharma Ali menulis agar meningkatkan toleransi antarumat beragama.

Dia juga berpesan, bangsa ini telah semestinya untuk bangkit dari keterpurukan, baik secara moral maupun spiritual. Selain itu kemiskinan yang dialami masyarakat jangan sampai mempengaruhi kemiskinan kepribadian. "(harus) berdaulat dan berkepribadian bangsa," kata dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar