Kamis, 22 September 2011

PUJA DAN DOA

Pengertian Puja

Puja (Pali) berarti ‘Menghormat’  mengagungkan, memuliakan, menghargai, menempatakan dan memperlakukan sesuatu (obyek penghormatan) sesuai dengan proporsinya.

‘puja ca puja niyanam, etam mangallamuttamam; menghormat yang patut dihormati adalah berkah utama.


Sejarah Puja

Sejarah Puja pada Zaman Prabuddha
Puja dalam zaman Prabuddha lebih bermakna sebagai persembahan kepada para dewa. Hal ini dilakukan dengan cara mengorbankan hewan, bahkan mengorbankan manusia kepada para dewa.
Sejarah puja kepada para dewa ini diawali dengan munculnya ajaran brahmanisme. Ajaran ini menunjukkan bahwa ada makhluk dewa yang berkuasa atau mengatur segala sesuatu yang akan diterima oleh manusia. Dengan alasan itu, para brahmin menciptakan sarana puja kepada dewa-dewa dengan jalan upacara-upacara korban. Tujuannya adalah dengan korban yang diberikan kepada para dewa, mereka akan menjadi senang dan tidak menjatuhkan malapetaka bagi manusia.
1.2 Sejarah Puja pada Zaman Sang Buddha
Puja pada zaman Sang Buddha memiliki arti yang berbeda, yaitu menghormat. Pada masa Buddha terdapat suatu kebiasaan yang dilakukan oleh para bhikkhu yang disebut vattha. Vattha artinya merawat guru Buddha yaitu dengan membersihkan ruangan, mengisi air dan lain-lain. Setelah selesai melaksanakan kewajiban itu, mereka semua (para bhikkhu) dan umat duduk, untuk mendengarkan khotbah dari Buddha. Setelah selesai mendengarkan khotbah, para bhikkhu mengingatnya atau menghafal agar kemanapun mereka pergi, ajaran Buddha dapat diingat dan dilaksanakannya.
Pada hari bulan gelap dan terang (purnama) para bhikkhu berkumpul untuk mendengarkan peraturan-peraturan atau patimokkha yang harus dilatih. Patimokkha yang didengar oleh para bhikkhu adalah diucapkan oleh seorang bhikkhu yang telah menghafalnya. Sebelum atau sesudah pengucapan patimokkha bagi para bhikkhu, umat juga berkumpul untuk mendengarkan khotbah. Umat tidak hanya berkumpul dua kali, tetapi dipertengahan antara bulan gelap dan bulan terang, mereka juga berkumpul di vihara untuk mendengarkan khotbah. Namun, bila Buddha ada di vihara, umat datang untuk mendengarkan khotbah setiap hari.
Para umat biasanya juga melakukan puja (penghormatan) kepada Sang Buddha dengan mempersembahkan bunga, lilin, dupa, dan lain-lain. Namun, Sang Buddha sendiri berkata bahwa melaksanakan Dhamma yang telah Beliau ajarkan merupakan bentuk penghormatan yang paling tinggi. Oleh karena itu, Sang Buddha mencegah bentuk penghormatan yang berlebihan terhadap diri pribadi Beliau.
1.3 Sejarah Puja pada Zaman Pasca Buddha
Setelah Sang Buddha Parinibanna, umat tetap berkumpul, lalu untuk mengenang jasa-jasa dan teladan dari Sang Buddha atau merenungkan kebajikan-kebajikan Tiratana. Para bhikkhu dan umat berkumpul di vihara untuk menggantikan kebiasaan vattha. Sebagai pengganti khotbah Buddha, para bhikkhu mengulang kotbah-kotbah atau sutta. Selain itu, kebiasaan baik lain yang dilakukan oleh para bhikkhu dan samanera, yaitu setiap pagi dan sore (malam) mereka mengucapkan paritta yang telah mereka hafal. Kebiasaan para bhikkhu tersebut pada saat ini dikenal dengan sebutan kebaktian.
Kebaktian yang merupakan perbuatan baik yang patut dilestarikan adalah salah satu cara melaksanakan puja. Selain itu, sama dengan zaman Sang Buddha, para bhikkhu ataupun umat juga melaksanakan Dhamma ajaran Sang Buddha sebagai penghormatan tertinggi.


Makna dan Manfaat Puja

Makna Puja
Puja mengandung pengertian :mengormat, mengagungkan, memuliakan, ....dst. Penghormatan dalam puja mengandung makna tidak saja menghormat, akan tatapi jauh lebih dalam yang membawa manfaat bagi yang melakukannya. Makna dibalik Penghormatan(puja) adalah melatih pikiran, ucapan dan perbuatan jasmani menuju pribadi yang mulia, luhur, sehingga kita juga patut dan layak untuk dihormati.
Secara rinci makna Puja (Tiratana Puja)
1.       Melatih sifat rendah hati (mengikis kesombongan)
2.       Memunculkan sifat sifat luhur Brahmavihara(Metta, Karuna, Mudita, Upekkha)
3.       Melatih sila sila
4.       Menguatkan tekad untuk berlindung pada Tiratana
5.       Menguatkan Saddha kepada Tiratana
6.       Mengulang Sutta-sutta
7.       Melakukan Patidana (pelimpahan jasa jasa)
8.       Mengembangkan kebijaksanaan (dengan samadhi).

Puja atau penghormatan yang kita lakukan akan semakin bermakna dan mendapat manfaat yang maksimal jika kita melaksanakan, menerapkan, mempraktekkan, menjalankan, mengaplikasikan, semua ajaran etika moral, tingkah laku dan pelatihan mental yang kita dapat  dalam kehidupan sehari hari.


Manfaat Puja

Puja




Sarana Puja
Sarana Fisik Pelaksanaan Puja
Sarana fisik yang diperlukan dalam pelaksanaan puja meliputi:
  1. Paritta
Paritta pada pokoknya berarti perlindungan, perlindungan ini didapat dengan cara membaca atau mendengarkan paritta sutta (khotbah-khotbah Sang Buddha). Pembacaan paritta menimbulkan ketenangan batin bagi mereka yang mendengarkan dan yang telah mempunyai keyakinan akan kebenaran kata-kata Sang Buddha. Ketenangan itu membuat batin menjadi bahagia sehingga mampu mengatasi keresahan. Umat Buddha meyakini bahwa paritta merupakan kekuatan yang dahsyat dan selalu dapat dimanfaatkan. Meskipun demikian, paritta tidak selalu mampu menghasilkan perlindungan serta berkah sesuai yang dikehendaki. Pembacaan paritta tidak berhasil karena ada 3 sebab, yaitu halangan kamma (ada kamma-kamma tertentu yang tidak dapat dihalangi dengan kekuatan apapun), halangan kekotoran batin (batin orang yang dibacakan paritta atau batin orang yang membaca paritta diliputi oleh keragu-raguan, nafsu, dan lain-lain), dan kurang keyakinan kepada kemanjuran paritta itu.
  1. Vihara
Vihara merupakan tempat untuk melaksanakan puja, biasanya merupakan komplek bangunan yang lengkap, di mana setiap bangunan itu mempunyai fungsi tersendiri. Bangunan-bangunan itu diantaranya adalah: (1) Uposathagara yaitu suatu banguan induk yang digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan penerangan vinaya misalnya upacara penahbisan seseorang menjadi bhikkhu, pembacaan aturan kebhikkhuan, dan rehabilitasi kesalahan sedang dari para bhikkhu; (2) Dhammasala adalah tempat untuk pembacaan paritta, diskusi dan pembabaran Dhamma, meditasi, dan upacara-upacara lainnya. Jika tidak memungkinkan membangun dua gedung, maka Uposathagara dapat digunakan sebagai Dhammasala. Selain itu di dalam komplek vihara biasanya juga terdapt Pohon Bodhi yang mengingatkan pencapaian penerangan sempurna oleh Petapa Gotama.
  1. Altar
Altar adalah tempat untuk meletakkan lambang-lambang kesucian dan kebijaksanaan Buddha, misalnya Buddharupam yang menyimbolkan nilai-nilai luhur Sang Buddha; lilin menyimbolkan penerangan yang diajarkan oleh sang Buddha; dupa melambangkan nama harum dari orang yang memiliki sila; bunga melambangkan ketidakkekalan; air melambangkan pembersihan dari segala kekotoran; buah melambangkan perwujudan rasa hormat kepada Sang Buddha.
  1. Stupa
Stupa adalah tempat untuk menyimpan relik Buddha, para Arahat siswa Buddha.
Sikap Fisik dalam melaksanakan puja biasanya adalah dengan ber-anjali (merangkapkan kedua tangan di depan dada), namakara (bersujud tiga kali dengan lima titik menyentuh lantai) ataupun padakhina (tangan beranjali, berjalan mengelilingi obyek penghormatan dari kiri kekanan, dilakukan tiga kali dengan pikiran tertuju pada Tiratana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar